Oleh: Drs. H. Mangun Budiyanto
Khusus untuk pengajian anak-anak, umumnya diselenggarakan tiap malam hari sesudah shalat berjama’ah maghrib, dengan materi membaca Al-Qur’an, ibadah praktis, keimanan dan akhlak. Untuk pembelajaran membaca Al-Qur’an, umumnya dipergunakan kitab “Juz ‘Amma” yang di Jawa dikenal dengan istilah “turutan” atau kaidah Baghdadiyah. Cara mengajarkannya dimulai dengan mengenalkan huruf-huruf hijaiyah, kemudian tanda-tanda bacanya dengan dieja/diurai secara pelan. Setelah menguasai barulah diajarkan membaca QS. Al-Fatehah, An-Nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas, dan seterusnya. Setelah selesai Juz ‘Amma, maka dimulai membaca Al-Qur’an pada mushaf, dimulai juz pertama sampai tamat.
Dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi, pengajian anak-anak terus menyebar dalam jumlah besar merata di seluruh pelosok tanah air. Berkat pengajian anak-anaklah maka kemudian umat Islam, dari generasi ke generasi berikutnya, mampu membaca Al-Qur’an dan mengetahui dasar-dasar keislaman.
Namun seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan iptek, sistem pengajian “tradisional” dan metode pembelajaran dengan kaidah Baghdadiyah yang demikian jadi kurang menarik. Anak-anak lebih tahan duduk berjam-jam di depan TV daripada duduk setengah jam di depan guru ngaji. Akibatnya, harus dibutuhkan waktu 2 – 5 tahun untuk bisa memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an (Mahmud Yunus, 1979: 35). Akibat lebih lanjut adalah semakin banyak terlihat anak-anak muda Islam yang tidak memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an. Hal yang demikian sungguh memprihatinkan!
Di tengah keprihatinan ini ternyata mendorong banyak ahli untuk mencari berbagai solusi pemecahannya. Maka sejak tahun 1980-an di Indonesia bermunculan ide-ide dan usaha untuk melakukan pembaruan sistem dan metode pembelajaran membaca Al-Qur’an ini. Diantara tokoh pembaru yang cukup menonjol adalah KH. As’ad Humam dari Kotagede Yogyakarta.
KH. As’ad Humum bersama kawan-kawannya yang dihimpun dalam wadah Team Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Mushalla (Team Tadarus “AMM”) Yogyakarta, telah mencari bentuk baru bagi sistem pengelolaan pengajian anak-anak dan metode pembelajaran membaca Al-Qur’an. Setelah melalui studi banding dan ujicoba, maka pada tanggal 21 Rajab 1408 H, bertepatan dengan tanggal 16 Maret 1988, didirikanlah Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an (TKA) “AMM” Yogyakarta. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 16 Ramadlan 1409 H (23 April 1989) didirikan pula Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) “AMM” Yogyakarta. Antara TKA dan TPA tidaklah memiliki perbedaan dalam sistem, keduanya hanya berbeda dalam hal usia anak didiknya. TKA untuk anak usia TKA (4,0 – 6,0 tahun) sedangkan TPA, untuk anak usia SD (7,0 – 12,0 tahun). (As’ad Humam, dkk, 1995: 3-4).
Bersamaan dengan didirikannya TKA-TPA, KH. As’ad Humam tekun menulis dan menyusun buku Iqro’, Cara Cepat Belajar Membaca Al-Qur’an, yang kemudian lebih dikenal sebagai “Metode Iqro’”. Metode ini ternyata, menurut informasi berbagai pihak, telah sanggup membawa anak-anak lebih mudah dan lebih cepat dalam belajar membaca Al-Qur’an. Namun benarkah demikian?
Tulisan dalam makalah ini akan mencoba menjawab pertanyaan di atas. Sejauhmana efektivitas metode Iqro’ melalui sistem TKA-TPA ini dalam mengantarkan para anak didiknya memiliki kemampuan dalam membaca Al-Qur’an? Jawabannya tentu diperlukan melihat dari dekat TKA-TPA “AMM” Kotagede Yogyakarta, yang merupakan sumber awal dari sistem dan metode baru ini.
Pada awal berdirinya (1988), TKA-TPA “AMM” ini belum memiliki gedung sendiri. Mula-mula hanya menempati beberapa ruang (salah satunya adalah ruang garasi) dari rumah milik pribadi KH. As’ad Humam. Baru kemudian pada tahun 1991 bisa membangun sebuah gedung yang memiliki 15 ruang, 4 ruang diantaranya berada di lantai 2. 11 ruang untuk kegiatan belajar (ruang kelas), 2 ruang untuk kantor, 1 ruang untuk sekretariat Team Tadarus “AMM” dan 1 ruang untuk sekretariat Team Tadarus “AMM” dan 1 ruang untuk ruang tamu. Di sebelah kiri ruang-ruang kelas terdapat kamar kecil dan halaman samping, sedang di depan gedung terdapat halaman yang cukup luas untuk bermain dan upacara.
Di samping memiliki gedung dengan 15 ruang di atas, TKA-TPA “AMM” juga didukung oleh fasilitas gedung lain yang juga dimanfaatkan untuk kegiatan, yaitu (1) gedung pertemuan berlantai 2 yang bisa menampung 500 orang, (2) Wisma “AMM” yang bisa menampung 100 orang tamu, (3) halaman Wisma “AMM” yang bisa digunakan parkir 300 kendaraan roda 2, (4) masjid yang bisa menampung 750 orang, dan (5) halaman masjid yang bisa dimanfaatkan untuk parkir 75 kendaraan roda 2.
Sebagai suatu sistem pendidikan, TKA-TPA “AMM” telah merumuskan tujuan pendidikan yang ingin dicapainya. Dalam buku kecil terbarunya (H.M. Budiyanto, dkk, 2007: 4), disebutkan bahwa tujuan pendidikannya adalah menyiapkan terbentuknya generasi qur’ani, yaitu generasi yang memiliki komitmen terhadap Al-Qur’an sebagai sumber perilaku, pijakan hidup dan rujukan segala urusannya. Hal ini ditandai dengan kecintaan yang mendalam terhadap Al-Qur’an, mampu dan rajin membacanya, terus menerus mempelajari isi kandungannya, dan memiliki kemauan yang kuat untuk mengamalkannya secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari.
Demi tercapainya tujuan pendidikan yang cukup ideal ini, Team Tadarus “AMM” saat ini telah menyusun 5 jenjang pendidikan, yang masing-masing jenjang telah merumuskan target-target yang harus dicapai. Kelima jenjang itu adalah:
Masing-masing jenjang diprogramkan untuk masa 1 (satu) tahun dengan target masing-masing yang telah dirumuskan secara sistematis. Untuk TKA-TPA sebagai jenjang pertama, ada 3 target pokok yang ingin dicapai, yaitu santri mampu: (1) membaca Al-Qur’an sesuai kaidah ilmu tajwid dengan baik dan benar, (2) melakukan praktek wudlu dan shalat, (3) hafal bacaan shalat. Di samping target pokok dirumuskan pula adanya target penunjang, yaitu: (1) hafal 15 do’a sehari-hari, (2) hafal 13 surat pendek, (3) hafal 2 kelompok ayat pilihan, (4) bisa menulis ayat Al-Qur’an, (5) memiliki dasar-dasar akidah yang benar dan akhlak mulia, dan (6) membiasakan berinfak.
Untuk tahun ajaran 2008/2009 saat ini, Team Tadarus “AMM” memiliki 407 santri, dengan perincian sebagai berikut:
Dari jumlah 407 anak tersebut, saat ini diasuh oleh 34 orang guru,
yang terdiri dari 8 orang guru laki-laki (ustadz) dan 26 orang guru
perempuan (ustadzah). 25 orang guru (73,50%) berusia antara 21-30 tahun,
sedang pendidikan mereka mayoritas (21 orang = 63%) berpendidikan
Sarjana (S1).
Khusus untuk santri TKA-TPA, sebagaimana terlihat pada tabel di atas, saat ini berjumlah 215 anak, yang terdiri dari 140 anak santri TKA, sedang santri TPA-nya sebanyak 75 anak. Mereka masuk tiap hari (selain Jum’at) yang terbagi dalam 2 shif. Shif pertama masuk jam 14.30-15.30 dan dilanjutkan shalat ashar berjama’ah, sedang shif kedua masuk jam 16.00-17.00 dan sebelumnya diawali dengan shalat berjama’ah ashar. Pembagian shif ini dilakukan atas pertimbangan keterbatasan ruang dan ustadz.
Sedang waktu yang 60 menit tiap hari masuk itu digunakan:
Catatan: Untuk praktek wudlu dan sholat berjamaah dilaksanakan
di luar jam pelajaran
Dan bila dibuat struktur kurikulum TKA-TPA tiap minggunya, maka akan terlihat sebagai berikut:
Masing-masing ustadz mengajar para santri secara bergantian satu persatu dengan prinsip CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), maksudnya santrilah yang aktif membaca lembaran-lembaran buku Iqro’ yang telah disusun secara sistematis dan praktis, sedangkan ustadz hanya menerangkan pokok-pokok pelajarannya dan menyimak (memperhatikan) bacaan santri satu persatu. Karena sifatnya yang individual, maka tingkat kemampuan dan hasil yang dicapai oleh masing-masing santri dalam satu kelas tidaklah sama.
Cara mengajarkan buku Iqro’ haruslah disesuaikan dengan petunjuk pengajaran yang telah digariskan oleh KH. As’ad Humam sebagai penyusun buku Iqro’. Ada 14 hal penting sebagai “Kunci Sukses Pengajaran Buku Iqro” (As’ad Humam, dkk, 2001: 97-98), yaitu:
- Bila dengan isyarah masih tetap keliru, berilah titian ingatan
- Bila masih lupa, barulah ditunjukkan bacaan yang sebenarnya
- Bila santri keliru baca di tengah/di akhir kalimat, maka betulkanlah yang keliru itu saja, membacanya tidak perlu diulang dari awal kalimat. Nah setelah selesai sehalaman, agar mengulang pada kalimat yang ada kekeliruan tersebut.
Untuk menjawab pertanyaan ini, diperlukan penelitian untuk mengetahui kecepatan para santri dalam menyelesaikan buku Iqro’ jilid 1 s/d 6 di TKA-TPA “AMM” ini. Jilid 1 adalah merupakan awal seorang santri memulai belajar membaca Al-Qur’an, sedang jilid 6 adalah sebagai tanda seorang santri telah mampu membaca Al-Qur’an.
Saat penelitian ini dilakukan, Maret 2009 TKA-TPA “AMM” baru saja melaksanakan pembagian rapor semester gasal tahun pembelajaran 2008-2009. Semester gasal berlangsung selama 6 bulan, yaitu sejak tanggal 15 September 2008 s/d 15 Februari 2009. Pertanyaannya adalah bagaimana kondisi kemampuan para santri dalam membaca Iqro’ setelah mereka belajar selama 1 (satu) semester ini? Jawaban pertanyaan ini tentu harus melihat pada TKA-TPA. Karena TKA-TPA adalah jenjang pertama (jenjang Iqro’). (Wawancara dengan Muakhiroh, S.Pd.I., Direktur TKA-TPA “AMM”, Senin, 23 Maret 2009)
Klasifikasi Kemampuan Membaca Iqro’
Santri TKA-TPA “AMM” (setelah 6 bulan belajar)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam waktu 6 bulan,
pencapaian kemampuan membaca Iqro’ untuk santri TKA dengan TPA berbeda.
Dari 140 santri TKA, yang telah menyelesaikan Iqro’ 1-3 ternyata hanya
separohnya, yaitu ada 70 anak (50 %) dan yang 70 anak (50 %) masih
berada pada Iqro’: 1-3. Dengan demikian, bisa diprediksikan bahwa untuk
TKA, target 1 (satu) tahun telah mampu membaca Al-Qur’an tidak akan
tercapai. Artinya, untuk TKA diprediksikan masih diperlukan tambahan
waktu untuk menuntaskan 140 santri (100 %) memiliki kemampuan membaca
Al-Qur’an. Namun demikian, ternyata telah terdapat 5 anak (3,58 %) yang
telah mengkhatamkan Iqro’: 1-6 dan akan segera disusul oleh 17 anak
(12,14 %) yang sekarang sudah memasuki Iqro’: 6.
Sedang untuk TPA, dari 75 santri yang ada, dalam waktu 6 bulan mayoritas dari mereka (53 anak = 70,66 %) telah bisa menyelesaikan buku Iqro’: 1-3 dan hanya 22 anak (29,34 %) yang belum bisa memasuki Iqro’: 4. Ini berarti, mayoritas santri TPA akan bisa menyelesaikan buku Iqro’: 1-6 dalam waktu 1 (satu) tahun, sesuai dengan target yang ditentukan. Bahkan terdapat 5 anak (6,67 %) yang telah mengkhatamkan Iqro’: 1-6 dan akan segera disusul oleh 13 anak (17,33 %) yang sekarang sudah memasuki Iqro’: 6. Dengan perkataan lain untuk anak usia SD, dengan sistem TPA dan metode Iqro’, akan bisa diantarkan memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an dalam waktu 6-12 bulan.
Yang menarik dari data di atas, ternyata masih ada 10 anak (7,14 %) TKA dan 1 (satu) anak (1,33 %) TPA yang belum beranjak dari Iqro’: 1. Mengapa hal ini bisa terjadi? Setelah ditelusuri pada daftar absensi, ternyata ke 11 anak ini sehari-hari memang tidak begitu aktif mengikuti pelajaran. Dari ke 11 anak ini kehadirannya tidak ada yang lebih dari 50 %. Sehingga wajar kalau mereka tertinggal.
Di atas telah dipaparkan kondisi setelah 6 bulan santri belajar Iqro’ di TKA-TPA dan belum memberikan gambaran kecepatan santri TKA-TPA dalam menyelesaikan Iqro’: 1-6. Untuk mengetahui hal ini, perlu melihat kembali dokumentasi yang ada pada santri yang sekarang duduk di TKAL-TPAL. Berapa bulan sebenarnya, waktu yang harus mereka habiskan untuk bisa menyelesaikan Iqro’: 1-6 pada saat mereka duduk di TKA-TPA setahun yang lalu?
Jumlah santri TKAL sekarang ini ada 66 anak, yang terdiri dari 35 santri putra dan 31 santri putri. Sedang jumlah santari TPAL sekarang ini ada 51 anak, yang terdiri dari 32 santri putra dan 19 santri putri. Sehingga jumlah santri TKAL-TPAL keseluruhannya ada 117 santri.
Setelah melihat kembali dokumentasi kecepatan 117 santri dalam menyelesaikan buku Iqro’: 1-6 dapat dibuat tabel sebagai berikut:
Kecepatan Santri TKA-TPA Tahun 2007/2008
dalam Menyelesaikan Iqro’: 1-6
(Diolah dari dokumentasi “Kartu Prestasi Iqro” tahun 2007/2008, dikutip, Senin, 23 Maret 2009)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa:
(Diolah dari Dokumentasi Daftar Presensi Kehadiran Santri TKA-TPA
“AMM” Semester Gasal Tahun 2008/2009, dikutip Senin, 30 Maret 2009)
Tabel di atas menunjukkan bahwa dalam semester yang lalu (September 2008 s/d Pebruari 2009) keaktifan kehadiran santri TKA-TPA “AMM” hanya mencapai angka 68,91 %. Sebab ketidakhadiran yang paling utama adalah adanya berbarengan kegiatan di SD-nya, seperti pramuka, pelajaran tambahan, dan lain-lain. (Wawancara dengan Muakhiroh, S.Pd.I., Direktur TKA-TPA “AMM”, Senin, 23 Maret 2009). Para ustadz nampaknya tidak bisa “memaksa” agar para santri lebih mengutamakan TKA-TPA daripada kegiatan SD-nya.
- I. Pendahuluan
Khusus untuk pengajian anak-anak, umumnya diselenggarakan tiap malam hari sesudah shalat berjama’ah maghrib, dengan materi membaca Al-Qur’an, ibadah praktis, keimanan dan akhlak. Untuk pembelajaran membaca Al-Qur’an, umumnya dipergunakan kitab “Juz ‘Amma” yang di Jawa dikenal dengan istilah “turutan” atau kaidah Baghdadiyah. Cara mengajarkannya dimulai dengan mengenalkan huruf-huruf hijaiyah, kemudian tanda-tanda bacanya dengan dieja/diurai secara pelan. Setelah menguasai barulah diajarkan membaca QS. Al-Fatehah, An-Nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas, dan seterusnya. Setelah selesai Juz ‘Amma, maka dimulai membaca Al-Qur’an pada mushaf, dimulai juz pertama sampai tamat.
Dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi, pengajian anak-anak terus menyebar dalam jumlah besar merata di seluruh pelosok tanah air. Berkat pengajian anak-anaklah maka kemudian umat Islam, dari generasi ke generasi berikutnya, mampu membaca Al-Qur’an dan mengetahui dasar-dasar keislaman.
Namun seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan iptek, sistem pengajian “tradisional” dan metode pembelajaran dengan kaidah Baghdadiyah yang demikian jadi kurang menarik. Anak-anak lebih tahan duduk berjam-jam di depan TV daripada duduk setengah jam di depan guru ngaji. Akibatnya, harus dibutuhkan waktu 2 – 5 tahun untuk bisa memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an (Mahmud Yunus, 1979: 35). Akibat lebih lanjut adalah semakin banyak terlihat anak-anak muda Islam yang tidak memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an. Hal yang demikian sungguh memprihatinkan!
Di tengah keprihatinan ini ternyata mendorong banyak ahli untuk mencari berbagai solusi pemecahannya. Maka sejak tahun 1980-an di Indonesia bermunculan ide-ide dan usaha untuk melakukan pembaruan sistem dan metode pembelajaran membaca Al-Qur’an ini. Diantara tokoh pembaru yang cukup menonjol adalah KH. As’ad Humam dari Kotagede Yogyakarta.
KH. As’ad Humum bersama kawan-kawannya yang dihimpun dalam wadah Team Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Mushalla (Team Tadarus “AMM”) Yogyakarta, telah mencari bentuk baru bagi sistem pengelolaan pengajian anak-anak dan metode pembelajaran membaca Al-Qur’an. Setelah melalui studi banding dan ujicoba, maka pada tanggal 21 Rajab 1408 H, bertepatan dengan tanggal 16 Maret 1988, didirikanlah Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an (TKA) “AMM” Yogyakarta. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 16 Ramadlan 1409 H (23 April 1989) didirikan pula Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) “AMM” Yogyakarta. Antara TKA dan TPA tidaklah memiliki perbedaan dalam sistem, keduanya hanya berbeda dalam hal usia anak didiknya. TKA untuk anak usia TKA (4,0 – 6,0 tahun) sedangkan TPA, untuk anak usia SD (7,0 – 12,0 tahun). (As’ad Humam, dkk, 1995: 3-4).
Bersamaan dengan didirikannya TKA-TPA, KH. As’ad Humam tekun menulis dan menyusun buku Iqro’, Cara Cepat Belajar Membaca Al-Qur’an, yang kemudian lebih dikenal sebagai “Metode Iqro’”. Metode ini ternyata, menurut informasi berbagai pihak, telah sanggup membawa anak-anak lebih mudah dan lebih cepat dalam belajar membaca Al-Qur’an. Namun benarkah demikian?
Tulisan dalam makalah ini akan mencoba menjawab pertanyaan di atas. Sejauhmana efektivitas metode Iqro’ melalui sistem TKA-TPA ini dalam mengantarkan para anak didiknya memiliki kemampuan dalam membaca Al-Qur’an? Jawabannya tentu diperlukan melihat dari dekat TKA-TPA “AMM” Kotagede Yogyakarta, yang merupakan sumber awal dari sistem dan metode baru ini.
- II. Gambaran Umum TKA-TPA “AMM”
Pada awal berdirinya (1988), TKA-TPA “AMM” ini belum memiliki gedung sendiri. Mula-mula hanya menempati beberapa ruang (salah satunya adalah ruang garasi) dari rumah milik pribadi KH. As’ad Humam. Baru kemudian pada tahun 1991 bisa membangun sebuah gedung yang memiliki 15 ruang, 4 ruang diantaranya berada di lantai 2. 11 ruang untuk kegiatan belajar (ruang kelas), 2 ruang untuk kantor, 1 ruang untuk sekretariat Team Tadarus “AMM” dan 1 ruang untuk sekretariat Team Tadarus “AMM” dan 1 ruang untuk ruang tamu. Di sebelah kiri ruang-ruang kelas terdapat kamar kecil dan halaman samping, sedang di depan gedung terdapat halaman yang cukup luas untuk bermain dan upacara.
Di samping memiliki gedung dengan 15 ruang di atas, TKA-TPA “AMM” juga didukung oleh fasilitas gedung lain yang juga dimanfaatkan untuk kegiatan, yaitu (1) gedung pertemuan berlantai 2 yang bisa menampung 500 orang, (2) Wisma “AMM” yang bisa menampung 100 orang tamu, (3) halaman Wisma “AMM” yang bisa digunakan parkir 300 kendaraan roda 2, (4) masjid yang bisa menampung 750 orang, dan (5) halaman masjid yang bisa dimanfaatkan untuk parkir 75 kendaraan roda 2.
Sebagai suatu sistem pendidikan, TKA-TPA “AMM” telah merumuskan tujuan pendidikan yang ingin dicapainya. Dalam buku kecil terbarunya (H.M. Budiyanto, dkk, 2007: 4), disebutkan bahwa tujuan pendidikannya adalah menyiapkan terbentuknya generasi qur’ani, yaitu generasi yang memiliki komitmen terhadap Al-Qur’an sebagai sumber perilaku, pijakan hidup dan rujukan segala urusannya. Hal ini ditandai dengan kecintaan yang mendalam terhadap Al-Qur’an, mampu dan rajin membacanya, terus menerus mempelajari isi kandungannya, dan memiliki kemauan yang kuat untuk mengamalkannya secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari.
Demi tercapainya tujuan pendidikan yang cukup ideal ini, Team Tadarus “AMM” saat ini telah menyusun 5 jenjang pendidikan, yang masing-masing jenjang telah merumuskan target-target yang harus dicapai. Kelima jenjang itu adalah:
Masing-masing jenjang diprogramkan untuk masa 1 (satu) tahun dengan target masing-masing yang telah dirumuskan secara sistematis. Untuk TKA-TPA sebagai jenjang pertama, ada 3 target pokok yang ingin dicapai, yaitu santri mampu: (1) membaca Al-Qur’an sesuai kaidah ilmu tajwid dengan baik dan benar, (2) melakukan praktek wudlu dan shalat, (3) hafal bacaan shalat. Di samping target pokok dirumuskan pula adanya target penunjang, yaitu: (1) hafal 15 do’a sehari-hari, (2) hafal 13 surat pendek, (3) hafal 2 kelompok ayat pilihan, (4) bisa menulis ayat Al-Qur’an, (5) memiliki dasar-dasar akidah yang benar dan akhlak mulia, dan (6) membiasakan berinfak.
Untuk tahun ajaran 2008/2009 saat ini, Team Tadarus “AMM” memiliki 407 santri, dengan perincian sebagai berikut:
No | Unit | Putra | Putri | Jumlah |
1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. |
TKA
TPA TKA Lanjutan TPA Lanjutan Pra TQA (Tahfidz Juz ‘Amma) TQA (Tafhim Juz ‘Amma) TQA (Maudlu’iyah) TQA (Tartibiyah) |
80
34 35 32 14 15 4 - |
60
41 31 19 23 14 5 - |
140
75 66 51 37 29 9 0 |
Jumlah | 214 | 193 | 407 |
Khusus untuk santri TKA-TPA, sebagaimana terlihat pada tabel di atas, saat ini berjumlah 215 anak, yang terdiri dari 140 anak santri TKA, sedang santri TPA-nya sebanyak 75 anak. Mereka masuk tiap hari (selain Jum’at) yang terbagi dalam 2 shif. Shif pertama masuk jam 14.30-15.30 dan dilanjutkan shalat ashar berjama’ah, sedang shif kedua masuk jam 16.00-17.00 dan sebelumnya diawali dengan shalat berjama’ah ashar. Pembagian shif ini dilakukan atas pertimbangan keterbatasan ruang dan ustadz.
Sedang waktu yang 60 menit tiap hari masuk itu digunakan:
Durasi (menit) | Keterangan | ||
a. | 05 | : | Pembukaan (persiapan, salam, do’a dan presensi) |
b. | 15 | : | Klassikal I (bacaan sholat, etika dan do’a sehari-hari, surat-surat pendek dan ayat pilihan) |
c. | 25 | : | Privat (proses pembelajaran baca Al-Qur’an dengan buku Iqro’ dan menulis) |
d. | 10 | : | Klassikal II (hadits/mahfudzot tentang akidah akhlak yang disampaikan dengan BCM) |
e. | 05 | : | Penutup (do’a, baca ikrar, pesan-pesan dan berinfak) |
di luar jam pelajaran
Dan bila dibuat struktur kurikulum TKA-TPA tiap minggunya, maka akan terlihat sebagai berikut:
No | Mata Pelajaran | Smt I | Smt II | Jml |
1. | Pembelajaran Iqro’/tadarus Al-Qur’an secara privat dan menulis | 6 | 6 | 12 |
2. | Bacaan sholat dan surat-surat pendek | 4 | 4 | 8 |
3. | Etika dan do’a sehari-hari | 3 | 3 | 6 |
4. | Ayat-ayat pilihan | 2 | 2 | 4 |
5. | Hadits/mahfudzot tentang akidah akhlak (BCM) | 3 | 3 | 6 |
6. | Praktek wudlu, sholat (berjamaah) dan berinfak | 5 | 5 | 10 |
Jumlah | 23 | 23 | 46 |
- III. Metode Pembelajaran Membaca Al-Qur’an
Masing-masing ustadz mengajar para santri secara bergantian satu persatu dengan prinsip CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), maksudnya santrilah yang aktif membaca lembaran-lembaran buku Iqro’ yang telah disusun secara sistematis dan praktis, sedangkan ustadz hanya menerangkan pokok-pokok pelajarannya dan menyimak (memperhatikan) bacaan santri satu persatu. Karena sifatnya yang individual, maka tingkat kemampuan dan hasil yang dicapai oleh masing-masing santri dalam satu kelas tidaklah sama.
Cara mengajarkan buku Iqro’ haruslah disesuaikan dengan petunjuk pengajaran yang telah digariskan oleh KH. As’ad Humam sebagai penyusun buku Iqro’. Ada 14 hal penting sebagai “Kunci Sukses Pengajaran Buku Iqro” (As’ad Humam, dkk, 2001: 97-98), yaitu:
- CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), guru menerangkan pokok bahasan, setelah itu santri aktif membaca sendiri, guru sebagai penyimak saja, jangan sampai menuntun, kecuali hanya memberikan contoh saja.
- Privat. Penyimakan seorang demi seorang secara bergantian. Bila klasikal (di sekolah formal atau di TPA yang kekurangan guru) menggunakan IQRO’ Klasikal yang dilengkapi dengan alat peraga IQRO’ Klasikal.
- Asistensi. Santri yang lebih tinggi pelajarannya dapat membantu menyimak santri lain.
- Mengenai judul-judul, guru langsung memberi contoh bacaannya, jadi tidak perlu banyak penjelasan. Santri tidak dikenalkan istilah fathah, tanwin, sukun dan seterusnya. Yang penting santri betul bacaannya.
- Komunikatif. Setiap huruf/kata dibaca betul, guru jangan diam saja, tetapi agar memberikan perhatian/sanjungan/penghargaan. Umpamanya dengan kata-kata: Bagus, Betul, Ya, dan sebagainya.
- Sekali huruf dibaca betul jangan diulang lagi.
- Bila santri keliru baca huruf, cukup betulkan huuf-huruf yang keliru saja dengan cara:
- Bila dengan isyarah masih tetap keliru, berilah titian ingatan
- Bila masih lupa, barulah ditunjukkan bacaan yang sebenarnya
- Bila santri keliru baca di tengah/di akhir kalimat, maka betulkanlah yang keliru itu saja, membacanya tidak perlu diulang dari awal kalimat. Nah setelah selesai sehalaman, agar mengulang pada kalimat yang ada kekeliruan tersebut.
- Bagi santri yang betul-betul menguasai pelajaran dan sekiranya mampu dipacu, maka membacanya boleh diloncat-loncatkan, tidak perlu utuh tiap halaman.
- Bila santri sering memanjangkan bacaan (yang semestinya pendek) karena mungkin sambil mengingat-ingat huruf di depannya, maka tegurlah dengan “Membacanya putus-putus saja!” dan kalau perlu huruf didepannya ditutup dulu agar tidak berpikir.
- Santri jangan diajari dengan irama yang berlagu walaupun dengan irama tartil, sebab akan membebani santri yang belum saatnya diajarkan membaca irama tertentu. Sedangkan irama bacaan tartil dalam kaset yang dikeluarkan Team Tadarus “AMM” dimaksud untuk pengajaran MATERI HAFALAN dan ketika sudah bertadarus Al-Qur’an. Jadi tidak untuk pengajaran buku IQRO’.
- Bila ada santri yang sama tingkat pelajarannya, boleh dengan sistem tadarus, secara bergilir membaca sekitar 2 baris sedang lainnya menyimak.
- Untuk EBTA sebaiknya ditentukan ditunjuk guru penguji khusus supaya standarnya tetap dan sama.
- Pengajaan buku IQRO’ (jilid 1 s/d 6) sudah dengan pelajaran tajwid yaitu tajwid praktis, artinya santri akan bisa membaca dengan benar sesuai dengan ilmu tajwid. Sedangkan ilmu tajwid itu sendiri (seperti istilah idghom, ikhfa’, macam-macam mad, sifat-sifat huruf dan sebagainya) diajarkan setelah lancar tadarus Al-Qur’an beberapa juz.
- Syarat kesuksesan, disamping menguasai/menghayati petunjuk mengajar, mesti saja guru fasih dan tartil mengajarnya.
- IV. Efektivitas Metode Pembelajaran Iqro’
Untuk menjawab pertanyaan ini, diperlukan penelitian untuk mengetahui kecepatan para santri dalam menyelesaikan buku Iqro’ jilid 1 s/d 6 di TKA-TPA “AMM” ini. Jilid 1 adalah merupakan awal seorang santri memulai belajar membaca Al-Qur’an, sedang jilid 6 adalah sebagai tanda seorang santri telah mampu membaca Al-Qur’an.
Saat penelitian ini dilakukan, Maret 2009 TKA-TPA “AMM” baru saja melaksanakan pembagian rapor semester gasal tahun pembelajaran 2008-2009. Semester gasal berlangsung selama 6 bulan, yaitu sejak tanggal 15 September 2008 s/d 15 Februari 2009. Pertanyaannya adalah bagaimana kondisi kemampuan para santri dalam membaca Iqro’ setelah mereka belajar selama 1 (satu) semester ini? Jawaban pertanyaan ini tentu harus melihat pada TKA-TPA. Karena TKA-TPA adalah jenjang pertama (jenjang Iqro’). (Wawancara dengan Muakhiroh, S.Pd.I., Direktur TKA-TPA “AMM”, Senin, 23 Maret 2009)
Klasifikasi Kemampuan Membaca Iqro’
Santri TKA-TPA “AMM” (setelah 6 bulan belajar)
No | Tingkatan Jilid | TKA N=140 | % | TPA N=75 | % | Jumlah N=215 | % |
1. | Jilid 1 | 10 | 7,14 % | 1 | 1,33 % | 11 | 5,12 % |
2. | Jilid 2 | 20 | 14,28 % | 5 | 6,67 % | 25 | 11,63 % |
3. | Jilid 3 | 40 | 28,57 % | 16 | 21,33 % | 56 | 26,05 % |
4. | Jilid 4 | 37 | 26,43 % | 22 | 29,34 % | 59 | 27,44 % |
5. | Jilid 5 | 11 | 7,86 % | 13 | 17,33 % | 24 | 11,16 % |
6. | Jilid 6 | 17 | 12,14 % | 13 | 17,33 % | 30 | 13,95 % |
7. | Al-Qur’an | 5 | 3,58 % | 5 | 6,67 % | 10 | 4,65 % |
Jumlah | 140 | 100 % | 75 | 100 % | 221 | 100 % |
Sedang untuk TPA, dari 75 santri yang ada, dalam waktu 6 bulan mayoritas dari mereka (53 anak = 70,66 %) telah bisa menyelesaikan buku Iqro’: 1-3 dan hanya 22 anak (29,34 %) yang belum bisa memasuki Iqro’: 4. Ini berarti, mayoritas santri TPA akan bisa menyelesaikan buku Iqro’: 1-6 dalam waktu 1 (satu) tahun, sesuai dengan target yang ditentukan. Bahkan terdapat 5 anak (6,67 %) yang telah mengkhatamkan Iqro’: 1-6 dan akan segera disusul oleh 13 anak (17,33 %) yang sekarang sudah memasuki Iqro’: 6. Dengan perkataan lain untuk anak usia SD, dengan sistem TPA dan metode Iqro’, akan bisa diantarkan memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an dalam waktu 6-12 bulan.
Yang menarik dari data di atas, ternyata masih ada 10 anak (7,14 %) TKA dan 1 (satu) anak (1,33 %) TPA yang belum beranjak dari Iqro’: 1. Mengapa hal ini bisa terjadi? Setelah ditelusuri pada daftar absensi, ternyata ke 11 anak ini sehari-hari memang tidak begitu aktif mengikuti pelajaran. Dari ke 11 anak ini kehadirannya tidak ada yang lebih dari 50 %. Sehingga wajar kalau mereka tertinggal.
Di atas telah dipaparkan kondisi setelah 6 bulan santri belajar Iqro’ di TKA-TPA dan belum memberikan gambaran kecepatan santri TKA-TPA dalam menyelesaikan Iqro’: 1-6. Untuk mengetahui hal ini, perlu melihat kembali dokumentasi yang ada pada santri yang sekarang duduk di TKAL-TPAL. Berapa bulan sebenarnya, waktu yang harus mereka habiskan untuk bisa menyelesaikan Iqro’: 1-6 pada saat mereka duduk di TKA-TPA setahun yang lalu?
Jumlah santri TKAL sekarang ini ada 66 anak, yang terdiri dari 35 santri putra dan 31 santri putri. Sedang jumlah santari TPAL sekarang ini ada 51 anak, yang terdiri dari 32 santri putra dan 19 santri putri. Sehingga jumlah santri TKAL-TPAL keseluruhannya ada 117 santri.
Setelah melihat kembali dokumentasi kecepatan 117 santri dalam menyelesaikan buku Iqro’: 1-6 dapat dibuat tabel sebagai berikut:
Kecepatan Santri TKA-TPA Tahun 2007/2008
dalam Menyelesaikan Iqro’: 1-6
No | Tingkatan Jilid | TKAL N=66 | % | TPAL N=51 | % | Jumlah N=117 | % |
1. | 1 – 2 bl | 0 | 0 % | 0 | 0 % | 0 | 0 % |
2. | 3 – 4 bl | 0 | 0 % | 0 | 0 % | 0 | 0 % |
3. | 5 – 6 bl | 4 | 6,06 % | 6 | 11,76 % | 10 | 8,55 % |
4. | 7 – 8 bl | 7 | 10,60 % | 7 | 13,73 % | 14 | 11,97 % |
5. | 9 – 10 bl | 11 | 16,67 % | 12 | 23,53 % | 23 | 19,66 % |
6. | 11 – 12 bl | 14 | 21,21 % | 18 | 35,30 % | 32 | 27,35 % |
7. | 13 – 14 bl | 13 | 19,70 % | 4 | 7,84 % | 17 | 14,53 % |
8. | 15 – 16 bl | 4 | 6,06 % | 1 | 1,96 % | 5 | 4,28 % |
9. | 17 – 18 bl | 7 | 10,60 % | 0 | 0 % | 7 | 5,98 % |
10. | 19 – 20 bl | 2 | 3,03 % | 0 | 0 % | 2 | 1,71 % |
11. | 21 – 22 bl | 0 | 0 % | 1 | 1,96 % | 1 | 0,85 % |
12. | 23 – 24 bl | 1 | 1,52 % | 2 | 3,92 % | 3 | 2,56 % |
13. | Lebih 24 bl | 3 | 4,55 % | 0 | 0 % | 3 | 2,56 % |
Jumlah | 66 | 100 % | 51 | 100 % | 117 | 100 % |
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa:
- Walaupun awal mulainya dalam waktu yang sama, namun ternyata dalam menyelesaikan buku Iqro’nya, bisa sangat bervariasi. Ada yang bisa menyelesaikan dalam waktu kurang dari 6 bulan (1 semester), namun ada yang lebih dari 24 bulan (4 semester). Hal ini sangat dimungkinkan, karena TKA-TPA dalam mengajarkan Iqro menggunakan sistem privat (sorogan). Sehingga santri yang cerdas dan rajin masuk akan lebih cepat selesai dan tidak menunggu santri yang kurang cerdas dan kurang rajin masuk.
- Dengan sistem TKA-TPA dan metode Iqro’ ternyata memungkinkan seorang santri lebih cepat mampu membaca Al-Qur’an. Terbukti dalam waktu tidak lebih dari 6 bulan, sudah terdapat 10 anak dari 117 anak (8,55 %) yang telah memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an. 10 anak tersebut, 4 anak diantaranya masih usia TK sedang yang 6 anak berusia SD Kelas 1-3.
- Terdapat perbedaan yang signifikan antara anak usia TK (4,0 – 6,0 tahun) dan anak usia SD (7,0 – 9,0 tahun) dalam kecepatan menyelesaikan buku Iqro’. Melalui TK Al-Qur’an, dalam waktu 12 bulan baru terdapat 36 anak dari 66 anak (54,55 %) yang mampu menyelesaikan Iqro’ : 1-6, dan dibutuhkan waktu 18 bulan (3 semester) untuk bisa mencapai angka 89,39 % (59 anak dari 66 anak). Bahkan harus dibutuhkan waktu lebih dari 2 tahun untuk bisa menuntaskan seluruh anak usia TK tersebut bisa menyelesaikan Iqro’: 1-6. Hal ini bisa dimengerti karena memang mereka masih usia TK, suatu usia yang oleh banyak pihak diragukan kemampuannya untuk diajar membaca.
- Berbeda dengan anak usia TK, anak usia SD ternyata lebih cepat dalam menyelesaikan Iqro’. Dalam waktu 6 bulan, tercatat ada 6 anak dari 51 anak (11,76 %) yang telah bisa menyelesaikan Iqro’: 1-6. Kemudian dalam waktu 12 bulan, mayoritas dari mereka (43 dari 51 anak/84,31 %) telah mampu menyelesaikan Iqro’: 1-6. Sedangkan untuk anak usia TK, dalam waktu yang sama hanya mencapai angka 54,55 %.
- V. Hambatan Yang Dihadapi
- Rendahnya prosentase kehadiran para santri. Hal ini bisa dilihat pada daftar presensi yang menunjukkan bahwa prosentase rata-rata kehadiran para santri sangat rendah. Padahal keaktifan kehadiran sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan suatu pendidikan. Betapapun baiknya seorang ustadz dan betapapun canggihnya suatu metode, kalau muridnya jarang hadir tentu hasilnya tidak akan optimal. Berikut ini disajikan tabel prosentase rata-rata kehadiran santri selama 1 (satu) semester yang lalu (September 2008 s/d Pebruari 2009).
No | Unit | Sept (%) | Oktt (%) | Nop (%) | Des (%) | Jan (%) | Peb (%) | Komulatif 1 smt (%) |
1. | TKA | 78 | 72 | 69 | 66 | 68 | 63 | 69,33 |
2. | TPA | 87 | 67 | 65 | 65 | 63 | 64 | 68,50 |
Jumlah Rata-rata | 82,5 | 69,5 | 67,0 | 65,5 | 65,5 | 63,5 | 68,91 |
Tabel di atas menunjukkan bahwa dalam semester yang lalu (September 2008 s/d Pebruari 2009) keaktifan kehadiran santri TKA-TPA “AMM” hanya mencapai angka 68,91 %. Sebab ketidakhadiran yang paling utama adalah adanya berbarengan kegiatan di SD-nya, seperti pramuka, pelajaran tambahan, dan lain-lain. (Wawancara dengan Muakhiroh, S.Pd.I., Direktur TKA-TPA “AMM”, Senin, 23 Maret 2009). Para ustadz nampaknya tidak bisa “memaksa” agar para santri lebih mengutamakan TKA-TPA daripada kegiatan SD-nya.
- Kesulitan mencari ustadz/ustadzah yang fasih membaca Al-Qur’annya sekaligus memiliki kualifikasi akademik dibidang keguruan. (Wawancara dengan M. Najib, Pengurus Yayasan Team Tadarus “AMM” Yogyakarta, Ahad, 29 Maret 2009). Dari 34 orang ustadz/ustadzah yang ada, yang memiliki ijazah keguruan hanya ada 10 orang (29,41 %), dan itupun tidak ada yang memiliki ijazah keguruan dibidang pendidikan Al-Qur’an. Bahkan tercatat ada 11 orang ustadz/ustadzah (32,35 %) yang memiliki latar belakang pendidikan “non keagamaan”, seperti Sastra Jawa, Ekonomi, Ilmu Politik, Biologi, Pertanian, Tata Busana dan Listrik. Hal ini tentu berakibat kurang optimalnya hasil yang dicapai.
- VI. Penutup
19.41 | 0
komentar | Read More