Beranjak dari berbagai pemahaman mengenai paradigma pengajaran,
hingga saat ini saya belum ingin mengatakan pengajaran itu sebagai
pendidikan, Indonesia saat ini dalam kaitannya dengan proses
transformasi nilai-nilai etika lingkungan, perlu kiranya kita menengok
ke dalam diri kita, mengingat kembali pengalaman-pengalaman saat kita
diajar. Sejauh ini, pola pengajaran pada lembaga-lembaga pengajaran di
Indonesia cenderung mengarahkan peserta ajar untuk sekadar tahu dan
hapal mengenai hal-hal yang berkenaan dengan lingkungan agar hasil
ujiannya baik.
Hal tersebut diperparah dengan diterapkannya sistem
pemeringkatan nilai peserta ajar di akhir semester. “Kamu ranking
berapa? Aku rangking satu dong.” Sebuah kalimat yang biasa kita dengar
ketika pembagian rapor dilakukan. Ditambah lagi dengan ungkapan, “Anak
ibu rangking berapa?” atau “Kamu tuh gimana sih, masa teman kamu bisa
rangking 1 kamu gak bisa?”. Hal ini menggambarkan kepada bahwa justru
pola pengajaran Indonesia saat ini lebih mengajarkan peserta ajarnya
untuk berkompetisi yang pada akhirnya menimbulkan perilaku-perilaku
buruk seperti mencontek, bekerja sama ketika ujian, dan perilaku lain
yang pada intinya mengarah pada penghalalan segala cara agar memperoleh
nilai yang baik, agar tidak dimarahi orang tua, dan agar diperhatikan
pengajar yang pada akhirnya mereduksi proses transformasi nilai-nilai
etika lingkungan.
Pada sebuah diskusi
mengenai adaptasi perubahan iklim melalui sektor pendidikan di Bogor
beberapa waktu yang lalu, seorang peserta diskusi memaparkan
pengalamannya belajar di sebuah institusi perguruan tinggi yang banyak
mengajarkan tentang aspek-aspek lingkungan, namun dia merasa sistem
pengajaran yang diterapkan di perguruan tinggi tersebut belum, bila
tidak ingin dikatakan tidak, mampu menumbuhkan dan mengembangkan
kepekaan dan kesadaran peserta ajar pada lingkungan walaupun ilmu-ilmu
yang diajarkan adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan lingkungan. Lalu
apa dan atau siapa yang salah? Objektifikasi peserta ajar,
ketidakmampuan pengajar dalam mentransformasi nilai-nilai etika
lingkungan, sistem pengajaran, atau kurikulumnya yang salah?
Objektifikasi
peserta ajar. Hal ini dimengerti bahwa selama ini, peserta ajar adalah
objek atas transfer ilmu dari subjek yang bernama pengajar. Peserta ajar
,saat ini, jarang sekali dilibatkan dalam diskusi-diskusi atau diajak
berdiskusi mengenai hal-hal yang mengarah pada pengembangan kreatifitas,
kekritisan, dan kesadaran peserta ajar atas contoh- contoh kasus yang,
harapannya, disampaikan oleh pengajar. Pengajar seperti melakukan teater
monolog di mana peserta ajar duduk termangu menonton pengajarnya
bermonolog.
Ketidakmampuan pengajar dalam mentransformasikan
nilai-nilai etika lingkungan. Tingkat kepakaran pengajar pada suatu
bidang kadang kala membuat sang pengajar enggan untuk mentransformasikan
hal-hal di luar bidang yang dikuasainya, terlebih lagi hal itu dianggap
bertentangan dengan bidang yang digelutinya selama ini. Selain itu, hal
tersebut pun terjadi karena sang pengajar pun belum memperoleh
pengetahuan, atau belum mengaktualisasikan, nilai-nilai etika
lingkungan, sehingga tentunya ia tidak mampu untuk mentransformasikan
nilai-nilai etika lingkungan kepada peserta ajar.
Sistem
pengajaran. Sebagaimana telah dijelaskan pada pengantar tulisan ini,
sistem pengajaran di Indonesia saat ini hanya mampu membentuk peserta
ajar menjadi robot-robot di mana orangtua sebagai pengendalinya dan
pengajar sebagai benda yang memancarkan gelombang (kurikulum) untuk
akhirnya ditangkap oleh sensor yang ada di otak peserta ajar. Akan baik
kiranya bila orang tua mengarahkan anaknya untuk mengembangkan,
kepekaan, kesadaran, wawasan dan kreatifitas anaknya terhadap
nilai-nilai lingkungan dan didorong pula oleh pengajar dengan memberikan
materi yang merangsang peserta ajarnya untuk kritis dan kreatif. Namun
pada kenyataannya, saat ini hal itu masih sangatlah jarang ditemui,
apalagi bila kita melihat di sekolah-sekolah maupun perguruan-perguruan
tinggi negeri.
Kurikulumnya yang salah? Lancang memang bila saya
memasuki wilayah yang notabene dikuasai oleh pemerintah dan lebih
lancang lagi sepertinya bila saya menganggap kesalahan kurikulum ini
adalah kesalahan pemerintah. Penandatanganan nota kesepahaman antara
Menteri Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional tentang
Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup pada tanggal 3
Juni 2005 merupakan langkah awal yang baik dilakukan oleh pemerintah
sebagai langkah awal terintegrasinya nilai-nilai etika lingkungan ke
dalam kurikulum pendidikan nasional. Namun perlu kita ingat bahwa apapun
kebijakan pemerintah yang dibuat, bila tidak diselaraskan dengan
pencerabutan keadaan struktural sistem pendidikan Indonesia yang telah
begitu mengakar dan sulit diubah, tidak akan mampu mengubah paradigma
pendidikan Indonesia yang masih hanya mengedepankan transfer pengetahuan
hingga saat ini.
Lalu apa yang bisa kita lakukan?
Tentunya
hal tersebut berpijak pada siapa kita. Bagian dari birokrasikah? Bagian
dari akademisikah? Bagian dari orang tuakah? Bagian dari peserta
ajarkah? Bagian dari Lembaga Swadaya Masyarakat dan organisasi
kemasyarakatankah? Atau kita hanya menganggap sebagai seorang individu
tanpa label? Apapun kita, lakukanlah langkah dan gerakan yang terbaik
sesuai dengan label masing-masing agar nilai-nilai etika lingkungan
dapat tertransformasi dengan baik sehingga bangsa Indonesia dan bangsa
Bumi, serta makhluk hidup lainnya dapat melestarikan peradabannya.
Selamat
Hari Pendidikan Nasional. Semoga kita mampu menjadi bangsa yang
terdidik dan mampu menjadi pendidik yang baik untuk anak - cucu kita.
“Anak
didik tidak hanya disiapkan agar siap bekerja, tapi juga bisa menjalani
hidupnya secara nyata sampai mati. Anak didik haruslah berpikir dan
pikirannya itu dapat berfungsi dalam hidup sehari-hari. Kebenaran adalah
gagasan yang harus dapat berfungsi nyata dalam pengalaman praktis.” John Dewey (1859 – 1952)
Judul: ETIKA dalam Pendidikan Indonesia
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis/ Disebarkan Oleh Unknown
Terimakasih atas kunjungan beserta kesediaan Anda membaca artikel ini. Anda dapat menyampaikan Kritik dan Saran melalui Kotak komentar di bawah ini.
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis/ Disebarkan Oleh Unknown
Terimakasih atas kunjungan beserta kesediaan Anda membaca artikel ini. Anda dapat menyampaikan Kritik dan Saran melalui Kotak komentar di bawah ini.