Pada zaman dahulu berdirilah sebuah kerajaan bernama
Nagara Daha. Kerajaan itu didirikan Putri Kalungsu bersama putranya, Raden Sari
Kaburangan alias Sekar Sungsang yang bergelar Panji Agung Maharaja Sari
Kaburangan. Konon, Sekar Sungsang seorang penganut Syiwa. la mendirikan candi
dan lingga terbesar di Kalimantan Selatan. Candi yang didirikan itu bernama
Candi Laras. Pengganti Sekar Sungsang adalah Maharaja Sukarama. Pada masa
pemerintahannya, pergolakan berlangsung terus-menerus. Walaupun Maharaja Sukarama
mengamanatkan agar cucunya, Pangeran Samudera, kelak menggantikan tahta,
Pangeran Mangkubumi-lah yang naik takhta. Kerajaan tidak hentinya mengalami
kekacauan karena perebutan kekuasaan. Konon, siapa pun menduduki takhta akan
merasa tidak aman dari rongrongan. Pangeran Mangkubumi akhirnya terbunuh dalam
suatu usaha perebutan kekuasaan. Sejak itu, Pangeran Tumenggung menjadi
penguasa kerajaan. Pewaris kerajaan yang sah, Pangeran Samudera, pasti tidak
aman jika tetap tinggal dalam Lingkungan kerajaan. Atas bantuan patih Kerajaan
Nagara Daha, Pangeran Samudera melarikan diri. Ia menyamar dan hidup di daerah
sepi di sekitar muara Sungai Barito. Dari Muara Bahan, bandar utama Nagara
Daha, mengikuti aliran sungai hingga ke muara Sungai Barito, terdapat kampung-kampung
yang berbanjar-banjar atau berderet-deret melintasi tepi-tepi sungai.
Kampung-kampung itu adalah Balandean, Sarapat, Muhur, Tamban, Kuin, Balitung,
dan Banjar. Di antara kampung-kampung itu, Banjar-lah yang paling bagus
letaknya. Kampung Banjar dibentuk oleh lima aliran sungai yang muaranya bertemu
di Sungai Kuin. Karena letaknya yang bagus, kampung Banjar kemudian berkembang
menjadi bandar, kota perdagangan yang ramai dikunjungi kapal-kapal dagang dari
berbagai negeri. Bandar itu di bawah kekuasaan seorang patih yang biasa disebut
Patih Masih. Bandar itu juga dikenal dengan nama Bandar Masih. Patih Masih
mengetahui bahwa Pangeran Samudera, pemegang hak atas Nagara Daha yang sah, ada
di wilayahnya. Kemudian, ia mengajak Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung,
dan Patih Kuin untuk berunding. Mereka bersepakat mencari Pangeran Samudera di
tempat persembunyiannya untuk dinobatkan menjadi raja, memenuhi wasiat Maharaja
Sukarama. Dengan diangkatnya Pangeran Samudera menjadi raja dan Bandar Masih
sebagai pusat kerajaan sekaligus bandar perdagangan, semakin terdesaklah
kedudukan Pangeran Tumenggung. Apalagi para patih tidak mengakuinya lagi
sebagai raja yang sah. Mereka pun tidak rela menyerahkan upeti kepada Pangeran
Tumenggung di Nagara Daha. Pangeran Tumenggung tidak tinggal diam menghadapi
keadaan itu. Tentara dan armada diturunkannya ke Sungai Barito sehingga
terjadilah pertempuran besar-besaran. Peperangan berlanjut terus, belum ada
kepastian pihak mana yang menang. Patih menyarankan kepada Pangeran Samudera
agar minta bantuan ke Demak. Konon menurut Patih Masih, saat itu Demak menjadi
penakluk kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa dan menjadi kerajaan terkuat
setelah Majapahit.
Pangeran Samudera pun mengirim Patih Balit ke Demak.
Demak setuju nnemberikan bantuan, asalkan Pangeran Samudera setuju dengan
syarat yang mereka ajukan, yaitu mau memeluk agama Islam. Pangeran Samudera
bersedia menerima syarat itu. Kemudian, sebuah armada besar pun pergi menyerang
pusat Kerajaan Nagara Daha. Armada besar itu terdiri atas tentara Demak dan
sekutunya dari seluruh Kalimantan, yang membantu Pangeran Samudera dan para
patih pendukungnya. Kontak senjata pertama terjadi di Sangiang Gantung.
Pangeran Tumenggung berhasil dipukul mundur dan bertahan di muara Sungai
Amandit dan Alai. Korban berjatuhan di kedua belah pihak. Panji-panji Pangeran
Samudera, Tatunggul Wulung Wanara Putih, semakin banyak berkibar di
tempat-tempat taklukannya. Hati Arya Terenggana, Patih Nagara Dipa, sedih
melihat demikian banyak korban rakyat jelata dari kedua belah pihak. Ia
mengusulkan kepada Pangeran Tumenggung suatu cara untuk mempercepat selesainya
peperangan, yakni melalui perang tanding atau duel antara kedua raja yang
bertikai. Cara itu diusulkan untuk menghindari semakin banyaknya korban di
kedua belah pihak. Pihak yang kalah harus mengakui kedaulatan pihak yang
menang. Usul Arya Terenggana ini diterima kedua belah pihak. Pangeran
Tumenggung dan Pangeran Samudera naik sebuah perahu yang disebut talangkasan.
Perahu-perahu itu dikemudikan oleh panglima kedua, belah pihak. Kedua pangeran
itu memakai pakaian perang serta membawa parang, sumpitan, keris, dan perisai
atau telabang. Pangeran Samudera Asal Mula Nama Kota BanjarmasinMereka saling berhadapan
di Sungai Parit Basar. Pangeran Tumenggung dengan nafsu angkaranya ingin
membunuh Pangeran Samudera. Sebaliknya, Pangeran Samudera tidak tega berkelahi
melawan pamannya. Pangeran Samudera mempersilakan pamannya untuk membunuhnya.
Ia rela mati di tangan orang tua yang pada dasarnya tetap diakui sebagai
pamannya. Akhirnya, luluh juga hati Pangeran Tumenggung. Kesadarannya muncul.
la mampu menatap Pangeran Samudera bukan sebagai musuh, tetapi sebagai
keponakannya yang di dalam tubuhnya mengalir darahnya sendiri. Pangeran
Tumenggung melemparkan senjatanya. Kemudian, Pangeran Samudera dipeluk. Mereka
bertangis-tangisan. Dengan hati tulus, Pangeran Tumenggung menyerahkan
kekuasaan kepada Pangeran Samudera. Artinya, Nagara Daha ada di tangan Pangeran
Samudera. Akan tetapi, Pangeran Samudera bertekad menjadikan Bandar Masih atau
Banjar Masih sebagai pusat pemerintahan sebab bandar itu lebih dekat dengan
muara Sungai Barito yang telah berkembang menjadi kota perdagangan. Tidak hanya
itu, rakyat Nagara Daha pun dibawa ke Bandar Masih atau Banjar Masih. Pangeran
Tumenggung diberi daerah kekuasaan di Batang Alai dengan seribu orang penduduk
sebagai rakyatnya. Nagara Daha pun menjadi daerah kosong. Sebagai seorang raja
yang beragama Islam, Pangeran Samudera mengubah namanya menjadi Sultan
Suriansyah. Hari kemenangan Pangeran Samudera atau Sultan Suriansyah, 24
September 1526, dijadikan hari jadi kota Banjar Masih atau Bandar Masih. Karena
setiap kemarau landang (panjang) air menjadi masin (asin), lama-kelamaan nama
Bandar Masih atau Banjar Masih menjadi Banjarmasin. Akhirnya, Sultan Suriansyah
pun meninggal. Makamnya sampai sekarang terpelihara dengan baik dan ramai
dikunjungi orang. Letaknya di Kuin Utara, di pinggir Sungai Kuin, Kecamatan
Banjar Utara, Kota Madya Daerah Tingkat II Banjarmasin. Setiap tanggal 24
September Wali Kota Madya Banjarmasin dan para pejabat berziarah ke makam itu
untuk memperingati kemenangan Sultan Suriansyah atas Pangeran Tumenggung.
Sultan Suriansyah adalah sultan atau raja Banjar pertama yang beragama Islam.

Judul: Cerita Asal Mula Kota Banjarmasin
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis/ Disebarkan Oleh Unknown
Terimakasih atas kunjungan beserta kesediaan Anda membaca artikel ini. Anda dapat menyampaikan Kritik dan Saran melalui Kotak komentar di bawah ini.
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis/ Disebarkan Oleh Unknown
Terimakasih atas kunjungan beserta kesediaan Anda membaca artikel ini. Anda dapat menyampaikan Kritik dan Saran melalui Kotak komentar di bawah ini.